ABOUT JEJAK EMAS ANDY UTAMA DALAM PERTANIAN ORGANIK INDONESIA

About Jejak Emas Andy Utama dalam Pertanian Organik Indonesia

About Jejak Emas Andy Utama dalam Pertanian Organik Indonesia

Blog Article

Artikel bisa dimuat dalam rubrik Suara Kampus atau rubrik terkait lainnya. Redaksi berhak menyunting naskah tanpa mengubah isi. Naskah yang dimuat akan diberi imbalan. Artikel silakan kirim ke e-mail: majalah_trobos@yahoo.com

Dukungan juga datang dari berbagai pihak, termasuk perwakilan komunitas adat Baduy, Kang Dodi, yang mengingatkan pentingnya menjaga alam sebagai sumber kehidupan. Mereka menyoroti perlunya regulasi tata ruang yang konsisten demi kelestarian lingkungan.

Dengan pengalaman lebih dari satu dekade dan sertifikasi organik selama ten tahun terakhir, Arista Montana menjadi bukti bahwa pertanian produktif bisa dilakukan tanpa merusak lingkungan.

Setelah system pengembangan kapasitas petani melalui pelatihan ICS tuntas dikerjakan, maka kegiatan dilanjutkan dengan pendaftaran PAMOR dan inspeksi lahan yang langsung dilakukan oleh pengurus ICS bersama petani.

Kita berharap bahwa akan semakin banyak lagi petani yang memilih untuk menerapkan sistem pertanian organik di seluruh Indonesia sehingga akan semakin berkontribusi bagi kesehatan lingkungan dan juga bagi peningkatan perekonomian nasional.

Pertanian organik tidak menggunakan organisme hasil rekayasa genetik atau produk transgenik karena alasan keamanan lingkungan dan kesehatan, serta potensi risiko terhadap integritas spesies.

Henny menuturkan ke depan akan terus menyosialisasikan dan mendorong kebiasaan para petani agar menggunakan pupuk organik. Penggunaan pupuk organik juga bisa mencegah berbagai kendala teknis yang biasanya terjadi saat menggunakan pupuk kimia. (OL-3)

Pertanian organik mendukung keberlanjutan sistem pertanian dengan menjaga keanekaragaman hayati dan mendorong kemandirian petani melalui pengurangan ketergantungan pada input eksternal yang mahal.

Penghematan Energi: Studi menunjukkan sistem produksi organik memanfaatkan 50%–eighty% energi minyak untuk setiap unit pangan dibandingkan sistem konvensional, meskipun hal ini tidak berlaku untuk semua jenis produksi sayuran dan buah.

Dapat dikatakan, penulisan nama Onghokham menjadi bagian dari konsistensi Ong dalam gerakan asimilasi dan dia pun mempraktikkannya dalam keseharian. Di kemudian hari, tentang penulisan namanya yang “berubah” menjadi Ong Hok Ham – seperti disebut oleh sejarawan Asvi Warman Adam “ terjadi setelah peristiwa Mei 1998. Efek peristiwa yang sangat kuat membekas dalam diri Ong itu “memaksanya” kembali menjadi Tionghoa dengan menyandang nama “Ong Hok Ham”, karena malu sebagai orang Indonesia atas kekerasan yang terjadi dalam peristiwa itu. Soal lain yang disinggung Achdian dan sesungguhnya merupakan inti dari seluruh rangkaian diskusi atau percakapan antara sang guru dan muridnya ini adalah seputar peristiwa 1965.

Bahasa Inggris sering kali dipilih karena memberikan kesan world-wide dan kekinian yang mungkin sulit ditangkap oleh bahasa Indonesia.

"Kita bahkan tak tahu, apakah setelah ini kita siap saling membunuh demi mengisi kemerdekaan yang telah kita perjuangkan setengah mati." (Bab 19)

Sejarawan ini selalu mencoba membagi pengetahuan yang dimilikinya tentang kesejarahan hingga ke hal-hal kecil atau dipandang sepele dan Baca selengkapnya remeh-temeh seperti ketika dia berbicara ihwal tali-temali antara kolonialisme dan dapur, atau saat bertutur tentang pencurian gorden dan kaitannya dengan perjagoan serta kekuasaan. Dalam hal itu, seperti juga dipahami Andi Achdian, Ong seolah mengajak siapa pun untuk memahami sejarah agar tidak berhenti pada sebuah peristiwa semata yang tidak memberi makna atau kaitan apa pun dengan masyarakat atau kekuasaan. Dia juga menekankan pentingnya membaca sejarah dari “bawah” untuk memahami persoalan di tingkat elite atau lingkup kekuasaan yang lebih luas, seperti yang ditulisnya tentang fenomena bromocorah atau dinamika relasi priyayi-petani dalam politik lokal di Madiun.

Sebuah studi perbandingan yang dilakukan antara peternakan susu di Wisconsin dan Selandia Baru menemukan bahwa, dengan menggunakan jumlah emisi per kg susu yang dihasilkan, peternakan susu di Selandia Baru menghasilkan lebih banyak emisi gas metana dan di Wisconsin lebih banyak menghasilkan emisi gas karbon dioksida. Keduanya merupakan gas rumah kaca.

Report this page